Eva Fischer Hansen saat ini menjadi salah satu anggota dewan direksi Brunata, perusahaan asal Denmark penyedia sistem pengukuran penggunaan energi bagi rumah dan bangunan. Di tengah melambungnya harga-harga sumber energi, produk-produk semacam ini memang menjanjikan keuntungan. Brunata didirikan oleh ayah Eva sekitar 20 tahun yang lalu.
Hingga dua setengah tahun yang lalu, Brunata dikelola sepenuhnya oleh keluarga Hansen. Namun Brunata kemudian sadar bahwa agar dapat mewujudkan rencana pertumbuhan globalnya, keahlian dari luar anggota keluarga dibutuhkan. Alasan lain dibutuhkannya orang luar adalah seringnya terjadi ketidaksepakatan di antara anggota keluarga lantaran faktor emosi. Oleh karenanya, Brunata merekrut Michael Staal untuk menjabat sebagai CEO. Staal adalah seorang eksekutif yang telah berpengalaman menangani berbagai perusahaan, mulai dari yang baru berdiri hingga yang sedang menghadapi kesulitan.
Staal mau bergabung dengan Brunata lantaran senang Brunata mau mengakui adanya masalah dalam perusahaannya. Staal menuturkan bahwa perannya adalah memastikan Brunata menjalankan transisi dengan mulus dalam menghadapi masa depan yang penuh tantangan sekaligus peluang, seiring diberlakukannya struktur tata kelola yang baru dalam perusahaan.
Agar semuanya berjalan lancar, Eva dan Michael Staal menemui Jens Peter Fischer Hansen, pendiri perusahaan sekaligus ayah Eva. Meski bukan anggota keluarga, Staal merasa hal ini penting dilakukan lantaran ia yakin setiap perusahaan keluarga pastilah mempunyai misi yang dicetuskan pendiri. Selama masih relevan, misi pendiri ini harus dilestarikan.
Sebagai CEO, Staal berhasil melakukan orientasi ulang arah strategis perusahaan. Brunata berkonsentrasi pada pelayanan pelanggan tanpa kehilangan fokus terhadap pentingnya teknologi pengukuran. Dan yang terpenting, nilai-nilai perusahaan tetap berhasil dilestarikan. Dari sisi pelanggan, berkat dukungan produk Brunata, tagihan mereka berhasil turun 10-40%. Hal ini tentu bermanfaat bagi perbaikan kualitas lingkungan dan kehidupan masyarakat secara keseluruhan.
Kerja sama yang harmonis antara direksi anggota keluarga Hansen dengan Staal yang berasal dari luar keluarga dapat terwujud berkat adanya struktur manajemen baru yang mengedepankan budaya dialog. Sebelum memutuskan mencari CEO dari luar, anggota keluarga duduk bersama guna menentukan apa yang menjadi tujuan perusahaan. CEO baru harus bekerja sama dengan anggota keluarga namun tetap mampu bersikap kritis. Dari sisi Staal, ia paham pentingnya memahami budaya yang telah mengakar kuat di Brunata.
Suka tidak suka, seiring tumbuh kembangnya perusahaan, perusahaan keluarga harus merekrut orang dari luar keluarga untuk menduduki posisi tinggi, seperti yang terjadi di Brunata. Hal ini lantaran tidak semua keahlian dimiliki oleh anggota keluarga. Semakin besar perusahaan, tentu semakin banyak keahlian yang dibutuhkan. Di samping itu, eksekutif non keluarga dapat membantu mendongkrak citra perusahaan sehingga menjadi lebih positif, membantu produktivitas dengan memperkenalkan ide-ide dan metode-metode terkini, memperlancar proses peralihan kepemimpinan, dan menjadi jembatan relasi antar generasi.
Membuka Diri
Sayangnya, tidak semua perusahaan siap menerima eksekutif non keluarga. Alasannya bisa bermacam-macam. Salah satunya lantaran keengganan untuk membuka diri, terutama berkaitan dengan informasi tentang kondisi perusahaannya. Mereka tidak mau pesaing mengambil keuntungan terkait kondisi internal perusahaan. Mereka juga khawatir karyawan akan hengkang bila mendapati kondisi perusahaan ternyata memprihatinkan. Atau mungkin juga pemilik perusahaan keluarga merasa bersalah karena menumpuk-numpuk kekayaan, sementara pada saat yang sama karyawan tidak mendapat konpensasi yang layak.
Apapun alasannya, eksekutif non keluarga tidak akan merasa nyaman bekerja di perusahaan keluarga yang tidak transparan. Kebanyakan eksekutif keluarga adalah orang-orang cerdas, profesional, serta memiliki idealisme yang tinggi. Mereka bersedia berbuat yang terbaik, baik demi diri maupun demi perusahaan tempat mereka bekerja. Ketidaktransparanan tentu akan menghalangi para profesional berbuat yang terbaik lantaran kurangnya informasi yang dibutuhkan untuk mengambil keputusan. Oleh karenanya, wajib hukumnya bagi perusahaan keluarga untuk menyadari pentingnya transparasi. Tujuannya agar semua pihak merasa nyaman lantaran masing-masing memiliki ekspektasi yang jelas.
Rasa Saling Percaya
Dari sisi eksekutif non keluarga, penting bagi mereka memahami nilai-nilai yang telah mengakar dalam keluarga. Jasa-jasa keluarga, khususnya pendiri, juga harus dihargai karena tanpa mereka, perusahaan tidak akan ada. Di samping itu, untuk menerapkan ide-ide baru dibutuhkan perubahan, sesuatu yang kerap membuat anggota keluarga merasa tidak nyaman. Menghadapi hal ini, eksekutif non keluarga harus pandai-pandai mengelola perubahan. Barangkali mereka tidak perlu terburu-buru menerapkan ide-idenya dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.
Agar hubungan antara anggota keluarga dan profesional dapat terjalin harmonis, dibutuhkan rasa saling percaya. Hal ini dapat diwujudkan melalui visi yang jelas dari pendiri, keteladanan, lingkungan kerja yang kondusif, perlakuan yang adil, komunikasi yang terbuka, dan integritas. Tanpa itu semua, jangan harap hubungan yang harmonis akan terjalin.