Ini adalah kisah Chandu Halwai, sebuah perusahaan penjual permen dan makanan-makanan tradisional India. Perusahaan ini mengembangkan resep-resepnya sendiri, yang telah berusia lebih dari satu abad. Sejarah Chandu Halwai diawali dengan berdirinya sebuah toko di Karachi (sekarang masuk wilayah negara Pakistan) pada tahun 1896. Saat terjadi pemisahan negara India dan Pakistan pada tahun 1947, Chandu Halwai pindah ke Mumbai, India.
Bharat Bhushan Bahl, 71 tahun, saat ini memimpin perusahaan. Kakek Bharatlah yang mendirikan Chandu Halwai. Kedua putra Bharat, Sachin dan Nitin, membantu ayah mereka mengelola perusahaan.
Baik Sachin maupun Nitin adalah seorang insinyur. Meski demikian, mereka memutuskan untuk bekerja di Chandu Halwai ketimbang berkarier di tempat lain. Pada awalnya mereka memang ingin memiliki banyak pilihan dalam bekerja sehingga memutuskan untuk mempelajari hal baru. Namun bayang-bayang bisnis keluarga tak bisa lepas dari ingatan keduanya. Mereka selalu ingat bagaimana bisnis menjadi topik pembicaraan sehari-hari dalam keluarga, tanpa kenal tempat dan waktu, bahkan sejak mereka masih anak-anak. Dari sinilah timbul pemikiran bahwa mereka memiliki kewajiban moral untuk membesarkan bisnis keluaga. Saat ini keduanya berfokus pada peningkatan ekspor dan pengembangan produk-produk baru. Namun tatkala harus membuat keputusan-keputusan penting, keduanya masih bergantung kepada sang ayah.
Contoh lain generasi muda yang bergabung di perusahaan keluarga setelah bekerja di tempat lain adalah Alan Au. Ia adalah putra Jimmy Au, pendiri perusahaan ritel pakaian Jimmy Au’s. Perusahaan ini didirikan pada tahun 1961 dan bermarkas di Beverly Hills, Kalifornia, Amerika Serikat (AS). Pada awalnya, ia tidak berminat untuk terlibat dalam bisnis ayahnya. Setelah lulus kuliah pada tahun 1990, Alan berencana untuk berkarier di dunia musik. Namun kemudian ia menyadari kemampuan bermusiknya tidaklah istimewa. Pada saat yang sama, ia tertarik dengan dunia pemasaran. Kemudian timbul pemikiran: Mengapa ia tidak membantu sang ayah untuk mengembangkan perusahaan? Setelah mendengar keinginan Alan, Jimmy berkata kepada putranya bahwa sang anak dapat membantu mengembangkan pasar untuk kalangan muda bagi produk-produk perusahaan. Dengan bimbingan sang ayah, Alan memfokuskan diri pada penjualan pakaian-pakaian dengan model yang lebih trendi. Di samping itu, perusahaan juga menjalin kerja sama dengan merek-merek ternama. Alan mengatakan bahwa sang ayah membiarkannya melakukan kesalahan (tentu hingga batas-batas tertentu). Sementara Jimmy merasa beruntung anaknya mampu mengembangkan perusahaan yang ia dirikan.
Apa yang dilakukan oleh Sachin, Nitin, dan Alan jamak dijumpai di kalangan anak-anak pemilik perusahaan keluarga. Mereka lulus dari perguruan-perguruan tinggi ternama di Amerika Serikat (AS), Eropa, dan juga Australia. Banyak diantaranya yang berprestasi cemerlang secara akademis. Jika mau, mereka bisa berkarier di perusahaan-perusahaan ternama dunia serta memperoleh kompensasi yang besar. Namun akhirnya menjadikan perusahaan keluarga sebagai tempat berlabuh karier mereka. Kalaupun bekerja di tempat lain, hal ini bersifat sementara dalam rangka mencari pengalaman dan menjalani proses pembelajaran.
Mengapa mereka bersedia terlibat dalam perusahaan keluarga? Tak lain karena mereka memiliki ikatan emosional. Bagaimana tidak? Sejak masih sangat muda mereka sudah terlibat dengan perusahaan meski tentu masih dalam skala kecil. Sebagai contoh, seorang pendiri perusahaan produsen obat-obatan tradisional melibatkan anak-anaknya untuk menjaga toko setelah jam sekolah. Dengan terlibat di dalam bisnis, sedikit demi sedikit generasi muda memahami seluk-beluk bisnis yang dijalankan orang tuanya. Naluri bisnisnya pun ikut terasah. Seiring berjalannya waktu, mereka akan paham bahwa berkat bisnis yang dijalankan orangtuanyalah seluruh anggota keluarga dapat bertahan hidup. Mereka pun akan belajar tentang pentingnya kerja keras, kedisiplinan, kejujuran, kepedulian kepada pelanggan, dan nilai-nilai positif lainnya. Pengalaman magang sejak dini ini juga menumbuhkan rasa memiliki terhadap perusahaan. Bila perasaan ini sudah tertanam, mereka tentu memikiki komitmen tinggi serta bersedia berbuat yang terbaik. Pengetahuan, keterampilan, pengalaman, dan jejaring mereka semakin menigkat setelah mereka lulus kuliah dan bekerja di perusahaan lain.
Ikatan emosional plus kompetensi yang mereka miliki tentu menjadi modal berharga bagi perusahaan keluarga. Yang menjadi tantangan adalah mempertahankan, bahkan meningkatkan keduanya. Dalam hal ini, bimbingan alih pengetahuan dari generasi senior mutlak diperlukan lantaran pengalaman generasi muda mengelola bisnis perusahaan masih relatif belum banyak. Agar proses ini berjalan mulus, harus tercipta rasa saling mempercayai dan saling menghormati antara generasi senior dengan generasi penerus. Orang tua wajib menghargai ide-ide dan inisiatif generasi muda, sementara generasi muda juga tidak boleh melupakan jasa-jasa generasi senior, baik terhadap diri maupun terhadap perusahaan. Ingatlah bahwa tanpa kerja keras dan dedikasi generasi senior, perusahaan yang selama ini menghidupi dan mengharumkan nama keluarga tidak akan pernah ada.