Henry Sy Jr, yang saat ini menjabat sebagai Vice Chairman SM Investments Corporation (SMIC), pernah mengungkapkan keyakinannya akan pentingnya bersikap baik dan berlaku adil terhadap setiap orang guna meraih dan menjaga kesetiaan pelanggan. Ia mengatakan bahwa berbuat baik tidak semata-mata terbatas saat berinteraksi dengan pelanggan. Namun lebih dari itu, berbuat baik harus menjadi bagian dari budaya perusahaan. Perusahaan harus menginternalisasikan bagaimana bersikap baik dari dalam. Kreativitas dan sikap berorientasi pada pelanggan hanya akan bangkit jika karyawan merasa bangga karena menjadi bagian dari perusahaan. Henry Sy Jr. adalah putra dari Henry Sy Sr., pendiri SMIC, salah satu Holding Company terbesar di Filipina yang bergerak dalam bidang pembangunan dan pengelolaan pusat perbelanjaan, real estate, perbankan, dan pariwisata.
Ada lagi kisah menarik dari United Laboratories (Unilab), salah satu perusahaan farmasi besar, juga dari Filipina. Dalam waktu yang lama, karyawan Unilab, yang jumlahnya besar, tidak memiliki serikat pekerja seperti halnya di banyak perusahaan lainnya. Unilab memperlakukan karyawannya dengan adil dan baik, bahkan terhadap mereka yang telah pension. Unilab didirikan oleh Jose Yao Campos. Saat ini Unilab dipimpin oleh generasi ketiga. Dia adalah Clinton Campos Hess, cucu Jose Yao Campos.
Keluarga Sy dari SMIC dan keluarga Campos dari Unilab agaknya menyadari pentingnya memberikan perlakuan yang adil terhadap karyawan. Namun bagi perusahaan keluarga, keadilan hendaknya tidak hanya diterapkan kepada karyawan, melainkan juga terhadap anggota keluarga. Sayangnya, masih banyak perusahaan keluarga yang belum mampu melakukannya. Padahal, perlakuan yang adil akan meminimalkan potensi konflik dalam perusahaan keluarga. Iklim kerja yang sehat, kepuasan kerja, motivasi, dan kinerja juga akan lebih mudah dipertahankan.
Kompensasi sering menjadi sorotan terkait dengan masalah perlakuan yang adil ini. Di banyak perusahaan keluarga, kriteria untuk pemberian kompensasi masih sering didasarkan pada faktor kepemilikan dan hubungan keluarga ketimbang kinerja dan kontribusi individu dalam memajukan perusahaan. Banyak anggota keluarga yang memperoleh bagian meski tidak terlibat dalam bisnis perusahaan, dengan alasan hubungan kekeluargaan. Kondisi ini berpotensi menimbulkan perasaan tidak adil dan kecemburuan di antara anggota keluarga.
Masalah kompensasi ini biasanya tidak terlalu mengemuka ketika pendiri masih memegang kendali. Setiap ketidakpuasan biasanya cepat diselesaikan oleh pendiri. Namun seiring dengan masuknya generasi penerus, yang mulai memegang aneka posisi manajerial dalam perusahaan, keluhan seputar masalah kompensasi mulai muncul. Misalnya, ada anggota keluarga yang mengeluh karena merasa kompensasi yang diterima kakak atau adiknya tidak sebanding dengan pekerjaan dan kontribusi yang diberikan. Menghadapi situasi semacam ini, sikap tegas, adil, dan bijaksana dari pendiri diperlukan. Tentunya sikap-sikap tersebut harus didasarkan pada pemahaman yang mendalam tentang kondisi masing-masing anggota keluarga, kondisi perusahaan, kondisi lingkungan eksternal, dan prinsip-prinsip keadilan dalam pemberian kompensasi.
Memang tidak ada formula kompensasi yang terbaik, dalam arti cocok diterapkan untuk setiap perusahaan. Setiap perusahaan keluarga harus mendesain sendiri sistem kompensasinya untuk membantu pencapaian tujuan-tujuan perusahaan dan keluarga dalam pengertian yang luas. Meski demikian, yang harus diperhatikan adalah seiring dengan tumbuh kembangnya perusahaan dan masuknya professional non keluarga, kinerja dan kontribusi terhadap perusahaan hendaknya dijadikan pertimbangan utama dalam menentukan pemberian dan besarnya kompensasi. Hal ini juga harus berlaku bagi anggota keluarga. Ingatlah bahwa professional non keluarga menginginkan evaluasi kinerja dan kompensasi yang adil sehingga mereka tertarik bekerja di perusahaan keluarga. Jika tidak terpenuhi, para professional akan meninggalkan perusahaan.
Di samping kompensasi, perlakuan tidak adil juga kerap dirasakan dalam hal beban kerja (workload). Masih banyak anggota keluarga dan karyawan yang mengeluhkan beban kerja yang tidak proporsional dan tidak adil. Masalah ini sebenarnya berakar dari ketidakjelasan uraian jabatan, struktur organisasi, pengaturan peran, prosedur, dan hubungan pelaporan. Maka dari itu, wajib bagi perusahaan keluarga untuk mengatur hal-hal tersebut di atas, termasuk bagi masing-masing anggota keluarga.
Ketidakadilan juga dapat bersumber dari tuntutan anggota keluarga terhadap karyawan non keluarga. Biasanya hal ini terkait dengan masalah rasa saling percaya dan profesionalisme. Adalah wajar bila anggota keluarga meminta karyawan non keluarga untuk bersikap professional. Namun selayaknya anggota keluarga menjadi contoh dengan menunjukkan sikap yang sama. Bila tidak, karyawan non keluarga tentu akan merasa diperlakukan tidak adil. Profesionalisme, disertai komitmen yang kuat, akan menumbuhkan rasa saling percaya diantara anggota keluarga dan karyawan.
Masalah suksesi juga berpotensi menciptakan rasa ketidakadilan. Kerap terjadi bila salah seorang anak telah dipilih untuk menjadi penerus, sementara saudara-saudaranya menganggap sang anak tidak kompeten. Hal ini tentu dapat menganggu hubungan keluarga. Untuk mengantisipasi msasalah ini, perencanaan suksesi yang matang, tidak boleh tidak, wajib disusun.
Mewujudkan keadilan dalam perusahaan keluarga, baik dalam hal kompensasi, beban kerja, tuntutan profesionalisme, dan suksesi akan membantu terwujudnya tujuan keluarga dan bisnis.
Patricia Susanto
CEO of The Jakarta Consulting Group